Hijrahnya Rasulullah shallallahu’alaihi Wasallamdan Abu Bakr
Abu Bakar As Siddiq Radhiallahu’anhu adalah manusia paling agung dalam sejarah Islam sesudah Rasulullah shallallahu’alaihi Wasallam.
Kemuliaan akhlaknya, kemurahan hatinya dalam mengorbankan harta benda
dan kekayaannya untuk Islam, kebijaksanaannya dalam menyelesaikan
masalah umat, ketenangannya dalam menghadapi kesukaran, kerendahan
hatinya ketika berkuasa serta tutur bahasanya yang lembut lagi menarik
adalah sukar dicari bandingannya baik dahulu mahupun sekarang.
Dialah termasuk Seorang Tokoh yang paling akrab dan paling disayangi Rasulullah Shallallahu’alahi wasallam. Nama sebenarnya Abu
Bakar As Siddiq Radhiallahu’anhu adalah Abdullah bin Qahafah. Sebelum
Islam, beliau adalah seorang saudagar yang sangat kaya dan dari keluarga
bangsawan yang sangat terhormat dikalangan
masyarakat Quraisy. Bahkan sebelum memeluk agaman Islam , Abu Bakar
Radhiallahu’anhu terkenal sebagai seorang pembesar Quraisy yang tinggi
akhlaknya dan tidak pernah minum arak sebagaimana biasa dilakukan oleh
pembesar-pembesar Quraisy yang lain.
Dari segi umur, Abu Bakar Radhiallahu’anhu, dua tahun lebih muda dari Rasulullah Shallallahu’alahiwasallam dan telah menjalin persahabatan yang akrab dengan Nabi, jauh sebelum Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menjadi Rasul. Beliaulah tokoh besar , sahabat yang paling banyak menafkahkan harta bendanya dalam rangka menegakkan Islam di samping Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam .
Besarnya pergorbanan beliau itu, membuat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah mengatakan bahwa Islam telah tegak di atas harta Siti Khadijah radhiallahu’anha dan pergorbanan Abu Bakar Radhiallahu’anhu. Adapun gelar As Siddiq yang dberikan kepadanya itu adalah karena sikapnya yang selalu membenarkan kata-kata atau perbuatan Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam.
Dalam hal ini baiklah kita petik sebuah kisah seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud yang diceritakan sendiri oleh Abu Bakar, tentang bagaimana Abu Bakar Radhiallahu’anhu memeluk agama Islam.
Kata Abu
Bakarhiallahu’anhu , “Aku pernah mengunjungi seorang tua di negeri
Yaman. Dia rajin membaca kita-kitab dan mengajar murid muridnya. Dia
berkata kepadaku:
“Aku Yakin tuan datang dari Tanah Haram.”
“Benar,” jawabku.
“Aku yakin tuan berbangsa Quraisy?”
“Benar,” ujarku lagi.
“Dan apa yang aku lihat, tuan dari keluarga Bani Tamim?”
“Benarlah begitu,” tambahku selanjutnya.
Sambungnya Orang tua katanya, “ Ada satu hal yang perlu aku tanyakan dari tuan, tentang diri tuan sendiri. Apakah boleh saya melihat perutmu?”
Maka jawabku spontan,” Aku keberatan untuk membuka bajuku sebelum tuan tidak menjelaskan apa maksudnya?.”
Kata orang itu selanjutnya :, “Aku melihat menurut ilmuku yang benar , bahwa seorang Nabi Allah akan di utus di Bumi Haram.
Nabi itu datang dan akan dibantu oleh dua orang sahabatnya, yang
seorang masih muda dan seorang lagi sudah separuh umur. Sahabatnya yang
muda itu berani berjuang dalam segenap lapangan dan menjadi pelindungnya
dalam semua kesusahan. sedangkan yang separuh umur itu putih kulitnya
dan berbadan kurus, ada tahi lalat di perutnya dan ada suatu tanda di
paha kirinya. Apakah salah kalau anda menampakkan kepadaku.”
Karena alasan orang tua tersebut, lalu aku pun membuka pakaianku orang tua itu pun melihat tahi lalat di atas bagian pusarku sambil berkata, “Demi Tuhan yang menguasai Ka’bah, engkaulah orangnya !”
Kemudian orang tua itu pun memberi sedikit nasihat kepadaku. Aku tinggal di Yaman untuk beberapa waktu karena urusan bisnis, dan
sebelum meninggalkan negeri itu, aku datang lagi bertemu orang tua
tersebut untuk mengucapkan selamat tinggal kepadanya. Kemudian dia lalu
bertanya, “Bisakah tuan, aku memberikan beberapa bait syairku?”
“Bisa saja,” jawabku.
Setelah itu, aku
pun membawa pulang syair-syair itu ke Mekah. Setibanya aku di Mekah,
para pemuda bergegas datang menemuiku sambil berkata, “Apakah engkau tau
apa yang sudah terjadi?”
Maka ujarku;, “Apakah yang terjadi itu?”
Jawab
mereka, “Si yatim Abu Talib sekarang mengaku menjadi Nabi! Kalaulah
kami tidak berpikir engkau wahai Abu Bakar, sudah lebih dulu kami
selesaikan dia. Engkaulah yang kami harapkan bisa menyelesaikannya.”
Kemudian aku pun meminta mereka pulang, sedangkan aku sendiri pergi menemui Muhammad. Setelah bertemu beliau aku pun mengatakan, “Wahai Muhammad, engkau telah mencedrai kedudukan keluarga tuan dan aku diberi tahu, kalau tuan sengaja menyimpang dari ajran nenek moyang kita, Maka ujar Nabi, “Bahwa aku adalah Pesuruh Allah yang diutuskan untukmu dan untuk seluruh umat!”
Lalu Aku bertanya Nabi :, “Apa buktinya?”
Jawabnya :, “Orang tua yang engkau temui di Yaman tempoh hari.”
Aku menambah lagi, “Orang tua yang mana yang tuan maksud, karena banyak orang tua yang aku temui di Yaman itu?”
Nabi menjawab :, “Orang tua yang memberikan untaian syair kepada engkau!”
Aku terkejut mendengar jawabanya, karena hal itu tidak seorangpun yang mengetahuinya. Aku bertanya:, “Siapakah yang telah memberi tahu tuan, wahai sahabatku?”
Jawab Nabi , “Malaikat yang pernah menemui nabi-nabi sebelumku.”
Akhirnya aku berkata,
“letakkan tangan tuan, sesungguhnya aku bersaksi tiada Tuhan yang ku
sembah melainkan Allah, dan Engkau (Muhammad) adalah rasul Allah”
Demikian kisah indah yang meriwayatkan perjalanan Islamnya Abu Bakar as Siddiq Radhiallahu’anhu. Dan memang benar menurut riwayat, beliau merupakan laki laki pertama yang beriman kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.
Ke –Islam-an Abu Bakar As Siddiq telah membawa pengaruh besar di kalangan bangsawan Quraisy, karena sebab pengaruh keislamannya itulah maka beberapa orang pemuda bangsawan Quraisy seperti, Usman bin Affan , Abdul Rahman bin Auf, dan Saad bin Waqqas Radhiallahu’anhum mengikuti jejak langkahnya [memeluk Islam].
Semenjak memeluk Islam, Abu Bakar telah menjadi paling terdepan membela Islam, di samping seorang sahabat yang paling akrab serta paling dicintai Rasulullah SAW. Seorang sahabat, Amru bin Al As RadhiAllahu’anhu pernah suatu hari betanya pada Rasul, “Siapakah di antara manusia yang paling engkau cintai ya Rasulullah?”
Jawab Nabi, “Siti Aisyah dan kalau pria adalah bapanya.”
Selain itu, Abu
Bakar as Siddiq Radhiallahu’anhu terkenal dengan keteguhan imannya,
cerdas akal, tinggi akhlak, lemah lembut dan santun. Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda:
“Jika iman Abu Bakar As Siddiq berada dalam sebuah timbangan dengan iman sekalian umat maka lebih berat iman Abu Bakar.”
Demikian teguhnya iman Abu Bakar Radhiallahu’anhu. Gelar As Shiddiq yang diberikan pada dirinya itu karena sebab sikap dan pendiriannya
yang teguh dalam membenarkan serta membela diri Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam. Andaikan seluruh umat manusia mendustakan
Muhammad shallallahu’alaihi wasallam sebagai nabi, Abu Bakar pasti akan tampil dengan penuh keyakinan untuk membelanya.
Setelah memeluk Islam, Abu Bakar menyerahkan seluruh kekayaan, jiwa dan raganya dalam perjuangan menegakkan
Islam bersama Nabi Muhammad SAW. Beliau telah mengorbankan seluruh
harta bendanya untuk menebus orang-orang yang ditawan, orang-orang yang
ditangkap atau disksa. Beliau juga telah membeli para budak, kemudian dimerdekakannya. Salah seorang daripadanya adalah Bilal bin Rabah r.a.
Ketika Nabi Muhammad SAW selesai melakukan Isra’ dan Mi’raj, sekelompok orang yang kurang percaya dengan kabar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, segera mendatangi Abu Bakar guna mendengarkan pandangan tentang kisah perjalanan Nabi Muhammad Shallallahu’alahi wasallam itu, apakah benar atau tidak.
Sebaik mendengarnya, Abu Bakar terus berkata,” Adakah Muhammad berkata begitu?”
Sahut mereka, “Benar!”
Maka ujar Abu Bakar r.a, “Jika Muhammad menceritakan begitu maka sungguh benarlah apa yang diceritakan itu.”
Lalu
mereka pun terus menyambung, “Engkau percaya hai Abu Bakar bahwa
Muhammad sampai ke tanah Syam yang jauhnya sebulan perjalanan, hanya
dalam satu malam?”
Kata Abu
Bakar tegasnya:, “Benar! Aku percaya! Malah lebih dari itu pun aku
percaya kepadanya. Aku percaya akan berita dari langit yang
diberitakannya, baik pada waktu siang maupun malam!”
Demikian
hebatnya keyakinan sahabat yang paling utama ini. Jawabannya tegas dan
teguh iman beliau terhadap agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad
shallallahu’alaihi wasallam dan terhadap ucapan yang dikabarkan oleh beliau, maka
karena Abu Bakar membenarkan perkataan Rasulullah tersebut , lalu
beliau telah diberi gelar As-Siddiq, artinya yang membenarkan Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam.
Tidaklah
mengherankan sikap Abu Bakar itu. Beliau telah lama mengenali Muhammad
shallallahu’alaihi wasallam, bukan sehari dua hari. Beliau tahu bahwa
sahabatnya, Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam sentiasa benar, tidak pernah bohong hingga mendapat gelar Al Amin.
Pada saat kekejaman musyirikin Quraisy terhadap kaum muslimin di Mekah semakin memilukan dan membahayakan, Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam mengajak Abu Bakar r.a supaya menemaninya dalam hijrah tersebut. Dengan perasaan gembira tanpa sedikit ragu Abu Bakar menyambut ajakan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.
Dari pintu belakang rumah Abu Bakar r.a, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersamanya menuju ke Gua Tsur dan bersembunyi dari kejaran musuh. Ketika suasana menegangkan yang membaur dalam rasa takut dan gundah, Abu Bakar r.a menjadi resah gelisa khawatir kalau musuh menemukan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam yang bersembunyi dengannya, maka turunlah ayat suci Al Quran dari Surah At Taubah yang isinya memuji Abu bakar As Sidiq, sebagai orang kedua sesudah Nabi Muhammad SAW dalam Gua Tsur. Dengan perasaan Abu Bakar, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengerti
kegelisahan sahabatnya, Abu bakar . Lalu sabda Rasul shallallahu’alaihi
wasallam, “Apakah yang membuat kamu gelisah, bukankah Allah bersamamu?”
Kemudian
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “kalau mereka masuk
juga ke dalam gua ini, kita masih dapat melepaskan diri dari pintu
belakang itu,” ujar Rasulullah sambil menunjuk ke arah mereka.
Abu Bakar Radhiallahu’anhu menoleh
ke belakang. Betapa terkejutnya beliau ketika melihat pintu belakang
yang ditunjuk Rasulullah tersebut, padahal pintu tersebut sebelumnya
tidak ada. Sebenarnya keraguan Abu Bakar radhiallahu’anhu di dalam gua itu bukanlah karena takut nyawanya hilang di bantai musuh, tetapi yang lebih memprihatinkan adalah keselamatan jiwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.
Beliau berkata kepada Nabi saw:,”Yang aku takutkan bukanlah diriku sendiri. Kalau aku terbunuh, aku hanyalah seorang manusia biasa. Tapi andaikan engkau sendiri yang terbunuh, maka yang akan mati adalah Islam.”
Ucapan antara dua orang sahabat dalam
gua tersebut di dalam Al-Quran pada Surah At-Taubah ayat 40:“Jikalau
kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah
menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah)
mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang
ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya:
"Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita". Maka
Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan
tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang
kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana..”
Demikian
satu lagi keistimewaan Abu Bakar As Shiddiq sebagai seorang sahabat
yang mengalami kesulitan dan kepahitan bersama Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam dalam menyampaikan seruan Islam. Abu Bakar
r.a tidak pernah terpisah dengan Rasul sepanjang hidupnya dan selalu turut serta semua peperangan yang dihadapi nabi. Beliau bukan saja berjuang menegakkan aqidah Islam dengan segenap jiwa raganya, bahkan dengan
harta kekayaannya. Beliaulah yang paling banyak menafkahkan hartanya
dijalan Allah, dalam rangka tegaknya agama Islam. Bahkan seluruh
kekayaannya habis digunakannya
untuk kepentingan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Di kalangan para
sahabat beliaulah tergolong orang yang paling murah hati dan dermawan.
Dalam
perang Tabuk misalnya, Rasulullah SAW telah meminta kepada seluruh kaum
Muslimin agar mengorbankan harta pada jalan Allah. Lalu datanglah Abu
Bakar radhiallah membawa seluruh harta bendanya lalu meletakkannya di
hadapan baginda Rasul. Melihat banyaknya harta yang dibawa oleh Abu
bakar r.a yang dianggarkan untuk jihad, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam terkejut lalu berkata padanya:
“Wahai Abu Bakar, kalau semua hartamu kau nafkahkan di jalan Allah, apa lagi yang akan engkau tinggalkan buat anak anak dan isterimu?”
Abu Bakar As Siddiq r.a dengan tenang menjawab, “Saya tinggalkan buat mereka Allah dan Rasul-Nya.”
Demikianlah hebatnya jiwa Abu Bakar As Siddiq Radhiallahu’anhu, adalah sosok murah hati dan dermawan yang memang tidak akan pernah dijumpai semisalnya di dunia ini. Melihat besarnya pengorbanan
beliau terhadap Islam maka wajarlah kalau Rasulullah bersabda bahawa
tegaknya agama Islam itu lantaran harta benda Siti Khadijah dan juga Abu
Bakar as Siddiq. Pantaslah jika kiranya iman dan amal Abu Bakar radhiallahu’anhu dibandingkn dengan iman seluruh umat manusia, maka
lebih berat lagi iman dan amal Abu Bakar Radhiallahu’anhu. Beliau
memang manusia luar biasa, kebesarannya telah ditakdirkan oleh ALLAH SWT
untuk menjadi teman akrab Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam .
Suatu ketika di saat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkhutbah, antara lain Sabdanya: “…kepada seorang hamba Allah, mereka itu adalah yang apabila ditawarkan memilih dunia atau memilih pahala di sisi Allah, dan hamba Allah tersebut tidak akan memilih dunia, melainkan memilih apa yang tersedia di sisi Tuhan…”
Maka ketika mendengar khutbah Nabi demikian itu, Abu Bakar, lalu menangis berurai air mata, karena
pilu dan haru mendengar dan mengerti bahwa yang dimaksudkan dalam isi
khutbah tersebut adalah:” bahwa umur kehidupan Rasul di dunia ini hampir berakhir. Itulah kelebihan Abu Bakar dibanding dengan para sahabat yang lain, karena beliaulah yang mengetahui bahwa umur Rasul sudah dekat.
Keunggulan
beliau dapat di panggung sejarah dapat dibaca dengan jelas setelah
wafatnya Rasulullah shallallahu’alaihi Wasallam, ketika umat Islam panik
dan tidak percaya kalau Rasullah wafat. Ketika itu Abu Bakar sedang berada di Kampung As Sunnah, waktu mendengar berita wafatnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau segera menuju ke Madinah. Abu Bakar melangkah cepat menuju rumah puterinya Siti Aisyah dan stibanya di rumah Aisyah, beliau melihat tubuh
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam terbujur kaku di satu sudut di
rumah. Beliau lantas membuka wajah Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam dan mencium keningnya, sambil berkata,”Wahai, betapa cantiknya engkau ketika hidup dan betapa cantiknya ketika engkau ketika mati!”
Kemudian beliau keluar menghadapi orang orang yang sedang panik hesteris, lalu beliau berkata dengan nada keras:
“Wahai
kaum muslimin! Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad
telah mati. Tetapi barang siapa menyembah Allah maka Allah
selama-lamanya hidup tidak mati!”
Sambil membacakan petikan ayat dari Al-Quran:
وَمَا
مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِن
مَّاتَ أَوْ قُتِلَ انقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَن يَنقَلِبْ
عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ
الشَّاكِرِينَ
Dan
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul 234. Apakah jika dia wafat atau dibunuh
kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke
belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah
sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur. (QS. 3:144)
Begitu
mendengar ayat itu, mereka yang berkumpul menunggu berita resmi
kematian Nabi mendapat kepastian bahwa Rasulullah sudah wafat. Tentunya
Mereka pernah mendengar ayat itu, yang turun dalam peperangan Uhud, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, dikabarkan meninggal dalam pertempuran uhud yang menyebabkan sebagian
besar pejuang Islam mundur ke Madinah. Tetapi mereka tidaklah memahami
maksud ayat tersebut, sebagaimana yang dip ahami oleh Abu Bakar . Ini
jelas membuktikan kecerdasan Abu Bakar As Siddiq dalam memahami Islam.
Ba’da wafatnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, Abu Bakar radhiallahu’anhu dilantik menjadi khalifah pertama umat Islam. Diahapan umat Islam waktu itu beliau memberikan sambutannya :
“Kaum
Muslimin! Aku dipilih menjadi pemimpin kamu padahal aku ini bukanlah
orang yang terbaik di antara kamu. Sebab itu jika kepemimpinanku baik,
dukunglah aku, tetapi jika tidak baik, peringatkan aku. Orang yang
lemah di antara kamu adalah orang kuat di sisiku hingga suatu saat aku
harus mengambil hak orang lain yang berada disisinya, untuk dikembalikan
kepada yang berhak semula. Patuhilah kepadaku selama aku patuh kepada
Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi jika aku durhaka kepada Allah dan
Rasul-Nya, pantaslah kamu semua meninggalkan aku.
“Aku
dipilih untuk memimpin urusan ini padahal aku enggan menerimanya. Demi
Allah aku ingin benar kalau ada di antaramu orang yang pandai untuk
urusan ini. Ketahuilah jika kamu meminta kepadaku agar aku berbuat
sebagaimana dilakukan Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam, sungguh aku tidak dapat melakukannya,
Rasulullah SAW adalah seorang hamba Allah yang mendapat wahyu dari Tuhan, kerana itu beliau terpelihara
dari kesalahan-kesalahan, sedang aku ini hanyalah manusia biasa yang
tidak ada kelebihannya dari seorang pun di antara kamu.”
Ini adalah baba reformasi dalam pemerintahan yang belum pernah dikenal sebelumnya oleh bangsa bangsa, kerajaan Romawi dan
Persia waktu itu yang menguasai dunia Barat dan Timur .Abu Bakar hidup
seperti rakyat biasa dan sangat tidak suka didewa-dewakan,
“Ya Khalifah Allah!”
Beliau segera memotong perkataan orang itu dengan perkataan :
“Saya bukan Khalifah Allah, saya hanya Khalifah Rasul-Nya!”
Diriwayatkan bahwa pada keesokan harinya, sehari
setelah terpilih sebagai Khalifah, Abu Bakar r.a kelihatan membawa
barang dagangannya ke pasar. Beberapa orang yang melihat itu lalu
mendekati beliau, di antaranya Abu Ubaidah bin Jarrah. Sahabat besar itu berkata, “Urusan Khalifah itu tidak bisa campur baur dengan bisnis!”
Lalu Abu Bakar r.a bertanya, “Jadi dengan apakah aku hidup, dan bagaimana aku memberikan belanja pada rumah tanggaku?”
Menyedihkan
nasib yang menimpa Abu Bakar radhiallah , walaupun kedudukannya sebagai
Ketua Negara namun belum ada lagi ketetapan berapa besar gaji seorang
kepala pemerintah Islam yang bisa didapatkan dari harta pemerintaah.
Keadaan ini mendapat perhatian dari para sahabat , lalu mereka
menentukan besarnya bantuan untuk Khalifah
dan keluarganya yang diambil dari Baitul Mal. Kemudian itu barulah
Khalifah Abu Bakar meninggalkan usaha perniagaannya, sebagai upaya memusatkan tenaga hidupnya, semata untuk mengembangkan agama Islam dan menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang Khalifah.
Selagi
bertugas sebagai Khalifah, beliau menerima gaji sebanyak enam ribu
dirham saja setahun. Gaji itu tidak dibelanjakannya untuk keperluan
dirinya, bahkan di menjelang tutup usia beliau telah memerintahkan
supaya gajinya itu diserahkan kembali kepada Baitul Mal.
Sebelum wafat, Abu Bakar radhiallahu’anhu telah memanggil Umar
radhiallahu’anhu, lalu berkata, “Dengarlah hai Umar! Apa yang akan
kukatakan ini, laksanakanlah. Aku mungkin akan kembali ke hadrat Allah
hari ini sebab itu sebelum matahari terbit pada besok, engkau harus
mengirim bala bantuan kepada Al Munthanna. Janganlah sampai ada bencana
sekecil apapun, membuat kamu lupa urusan agama dan wasiat Tuhan. Engkau telah menyaksikan apa
yang kulakukan, kala Rasulullah SAW wafat sedangkan wafatnya Rasulullah
itu adalah sebuah bencana yang belum pernah bencana yang sebesar itu
menimpa manusia . Demi Allah, sendainya pada waktu itu
aku melalaikan perintah Allah dan RasulNya, tentu kita telah jatu
kedalam siksaan Allah, dan pasti pula kota Madinah ini telah menjadi
lautan api.”
Abu
Bakar As Shiddiq menjadi khalifah selama dua tahun saja.
Walaubagaimanapun beliau telah meletakkan asas pembangunan sebuah
pemerintahan Islam yang teguh dan kuat. Beliau juga berhasil mengatasi berbagai masalah dalam negeri dengan penuh bijaksana dan
wibawa. Dalam masa dua tahun pemerintahannya itu telah terbentuk rantai
sejarah Islam yang merupakan lembara-lembaran yang abadi.
Sungguh kehidupan Abu Bakar As Shiddiq adalah penuh dengan mutiara nasihat, penuh dengan ajaran dan kesan kesan yang indah mempesona. Selama dua tahun pemerintahannya itu beliau berhasil membangun tiang-tiang dakwah dan kekuatan Islam. Beliau membangun kekuatan kekuatan penting
dalam rangka memelihara kepercayaan kaum muslimin dan upaya memelihara
keagungan agama Islam. Bahkan beliau juga di akhir riwayat
pemerintahannya menundukkan sebagian negeri Syam dan sebagian dari
negeri Iraq, lalu pulang menuju rahmat Allah dengan dada yang lapang,
ketika umur beliau menginjak 63 tahun. Jenazah beliau di kubur di samping kuburan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam di Masjid Nabi, Madinah.
Mudah mudahan riwayat perjuangan
beliau dan para sahabatnya, dapat menjadi teladan terutama di dalam
mendukung setiap langkah dalam upaya membuktikkan kata-kata Rasulullah
shallalallahu’alaihi wasallam bahwa Islam akan menapak jalan
keberhasilan untuk kedua kalinya, di sebelah Timur oleh Al Mahdi bersama-sama pemegang panji-panji sunah, dia adalah putra Bani Tamim.