Tuesday, 24 February 2015

ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) Metode Pelingkupan (Scoping)




ANALISA DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)
Metode Pelingkupan (Scoping)
Dalam penyusunan dokumen amdal, seperti halnya dengan penyusunan dokumen lainnya memerlukan urutan langkah yang harus ditempuh guna mencapai hasil penyusunan yang memenuhi harapan yang diinginkan. Sebagaimana halnya yang diharapkan dari penyajian dokumen amdal adalah merupakan bentuk studi yang komperehensif mengenai pangaruh sebab dan akibat dari suatu rencana kegiatan atau usaha yang dapat menimbulkan dampak kepada komponen-komponen lingkungan hidup seperti lokasi rencana kegiatan atau usaha dilengkapi dengan rencana pengelolaan dan pemantauannya yang sangat mudah dan membantu para pengambil keputusan untuk menetapkan bisa atau tidaknya suatu rencana kegiatan atau usaha dimulai.
Setiap langkah dalam kegiatan penyusunan amdal perlu dilaksanakan dengan metode yang dipilih bersama oleh para anggota tim penyusun berdasarkan pemilihan yang paling cocok dengan rencana kegiatan atau usaha yang sedang disusun amdal-nya. Adapun jenis-jenis metode yang diperlukan antara lain adalah :
• Metode pelingkupan (scoping)
• Metode penentuan adanya dampak
• Metode penentuan dampak penting
• Metode pengumpulan data bio-geo-fisik
• Metode analisis dampak lingkungan
• Metode identifikasi, prediksi dan evaluasi dampak lingkungan.
Metode-metode tersebut di atas bukan terbatas dari apa yang telah disebutkan, tetapi masih ada metode jenis lain yang tidak disebutkan.
Dalam penyajian berikutnya akan diuraikan metoda secara rinci untuk dapat digunakan sebagai pedoman yang sekiranya memberikan manfaat bagi penyusun dokumen amdal atau bagi para penilai dalam forum komisi amdal tingkat daerah maupun tingkat pusat.
Diharapkan dengan membiasakan pemanfaatan metoda dalam penyusunan dokumen amdal, maka akan dapat menghemat banyak waktu dan disamping itu dapat mengarah kepada pencapaian tujuan dari amdal itu sendiri, yaitu suatu telaah atau kajian yang dapat memberikan prinsip-prinsip dan persyaratan-persyaratan yang harus diambil dalam penanganan dampak lingkungan yang dapat dilanjutkan untuk rekayasa rancangan bangunan oleh proponen setelah dokumen amdal telah disetujui oleh pihak yang berwewenang.
Metode pelingkupan (Scoping)
Pelingkupan dapat mempunyai pengertian sebagai suatu proses pemusatan studi pada hal-hal yang penting yang terkait dengan dampak penting (scoping is the process of focusing the environmental study on the key aspects related to significant impacts).
Dalam mempersiapkan penyusunan dokumen amdal maka pelingkupan permasalahan dan mengindentifikasi dampak penting (hipotesis) yang terkait dengan rencana usaha atau kegiatan.
Pelingkupan merupakan proses penting yang dituangkan dalam kerangka acuan (KA) Amdal karena dengan proses inidapat menghasilkan hal-hal sebagai berikut ;
a. Dampak penting terhadap lingkungan yang dipandang relevan untuk ditelaah secara mendalam dalam studi amdal dengan meniadakan hal-hal atau komponen lingkungan yang dipandang kurang penting ditelaah.
b. Lingkup wilayah studi amdal berdasarkan beberapa pertimbangan seperti batas proyek, batas ekologis, batas social dan batas administratif.
c. Kedalaman studi amdal yang antara lain mencakup metode yang digunakan, jumlah contoh yang diukur, tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan sumber daya yang tersedia (dana dan waktu).
Pelingkupan dalam penyusunan dokumen amdal menjadi sedemikian penting karena jika hal ini tidak dilaksanakan, maka akibatnya amdal yang dihasilkan menjadi kabur batas-batasnya dan tidak jelas dalam pemusatannya (fokusnya) atau dengan kata lain menyebabkan dokumen amdal tersebut kurang tegas, kurang jelas yang akibatnya menjadi sulit bagi para pengambil keputusan untuk memutuskan disetujuinya suatu rencana usaha atau kegiatan yang diajukan.
Memang perlu diakui bahwa lingkungan hidup mempunyai sifat holistic, yaitu keterkaitan satu komponen dengan komponen lainnya baik terjadi secara langsung maupun tidak langsung pada saat dimulainya suatu usaha atau kegiatan sehingga sering kali disebut semuanya saling berhubungan dan terkait.
Dari kenyataan yang dapat disaksikan pada hakekatnya adalah tidak demikian, karena sebelumnya komponen lingkungan hidup masing-masing mempunyai daya dukung, daya tampung dan kelentingan (resilience), sehingga apabila dampak yang ditimbulkan oleh suatu usaha atau kegiatan terjadi maka sesuai dengan kondisi masing-masing komponen lingkungan hidup yang ada pada lokasi tersebut dihubungkan dengan potensi dampak yang bersumber dari kegiatan atau usaha yang sedang berlangsung, maka akan terjadi interaksi sehingga menghasilkan intensitas dampak yang dapat diindikasikan dalam wujud penurunan kualitas lingkungan. Apabila intensitas dampak masih dalam batas ambang (thresh hold) dari komponen lingkungan, maka komponen lingkungan tersebut mampu menetralkan akibat dampak tersebut.
Terkadang ketidaktegasan dalam pelingkupan juga dapat terjadi karena belum tumbuhnya kesadaran bahwa target dari dokumen amdal sebenarnya bukan untuk rekayasa rancang bangun (engineering design), tetapi sebetulnya harus diarahkan untuk mengangkat persyaratan-persyaratan tindakan yang harus dilanjutkan untuk langkah pembuatan rekayasa rancang bangun oleh proponen setelah dokumen amdal telah disetujui.
Langkah-langkah pelingkupan perlu selalu mengarah kepada konteksnya dengan dampak-dampak penting dan kegiatan-kegiatan yang potensial dan selalu dengan proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain suatu dokumen amdal yang dihasilkan dengan pelingkupan yang tepat, akan menghasilkan kemudahan dalam proses pengambilan keputusan untuk menetapkan suatu rencana usaha atau kegiatan yang diajukan disetujui atau tidak.
Jadi pegangan yang dapat dihunakan dalam pelingkupan adalah mengangkat komponen-komponen kegiatan yang penting atau potensial dan komponen-komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak penting dalam batas-batas wilayah suatu yang bersangkutan.
Sebagai pendekatan untuk pelingkupan dampak penting dapat menggunakan criteria sebagai berikut :
• Jumlah manusia yang terkena dampak
• Luas wilayah persebaran dampak
• Lamanya dampak berlangsung
• Intensitas dampak
• Banyaknya komponen lingkunan yang akan terkena dampak
• Sifat komulatif dampak tersebut
• Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) suatu dampak.
Atas dasar beberapa criteria tersebut diatas maka dengan mempelajari deskripsi proyek dari kegiatan yang akan dibuat dokumen amdalnya, dapatlah diindentifikasikan kegiatan-kegiatan dalam proyek tersebut yang mempunyai potensi menimbulkan dampak tersebut dalam kriteria tersebut.
Namun demikian perlu juga dalam pelingkupan ini memperhatikan komponen-komponen lingkungan apa saja yangada pada lokasi proyek, karena tidak semua lokasi proyek mempunyai komponen-komponen lingkungan yang sama, belum tentu mempunyai peruntukan tata ruang yang sama sesuai dengan yang telah dituangkan dalam rencana tata ruang daerah pada masing-masing daerah dimana rencana kegiatan atau usaha yang akan dilakukan.
Sedangkan kriteria untuk mencari kegiatan-kegiatan yang potensi menimbulkan dampak penting adalah ;
• Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
• Eksploitasi sumber daya alam baik yang dapat diperbaharui atau yang tidak dapat diperbaharui.
• Proses dan kegiatan yang potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan dan kemrosotan sumber daya alam dan pemanfaatannya.
• Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial budaya.
• Mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi.
• Introduksi tumbuh-tumbuhan, hewan dan jasad renik.
• Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati.
• Penerapan teknologi yang mempunyai potensi besar mempengaruhi lingkungan.
• Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi mempengaruhi pertahanan Negara.
Wilayah studi berkaitan sekali dalam upaya pelingkupannya dengan :
a. Batas proyek, sering disebut dengan tapak proyek, sebenarnya luas batas proyek bukan hanya terbatas pada lokasi dimana proyek berada yang biasanya oleh pagae sekeliling lokasi proyek tersebut. Tetapi batas proyek sebetulnya lebih luas lagi dari batas tersebut karena termasuk juga jalan proyek dan juga lahan-lahan yang akan digunakan untuk penyimpanan bahan-bahan konstruksi dan tempat dimana alat-alat berat disimpan dan diperbaiki pada saat proyek berlangsung. Untuk penentuan luas batas proyek perlu mempelajari secara cermat deskripsi proyek yang bersangkutan termasuk cara pemasokan dan mobilisasi bahan-bahan konstruksi dan peralatannya.
b. Batas ekologis, batas ini sangat dipengaruhi cara penentuannya oleh komponen-komponen lingkungan yang ada pada lokasi proyek. Kemudian berdasarkan prakiraan dampak yang akan terjadi terhadap komponen lingkungan yang ada pada lokasi tersebut oleh kegiatan proyek yang dapat diikuti oleh deskripsi proyek maka akan diperoleh rancangan batas jarak dan luas komponen lingkungan dimana dampak yang ditimbulkan tidak lagi melampaui ambang yang telah ditentukan (thresh hold limit) dari tiap-tiap komponen lingkungan. Batas inilah yang diartikan dengan batas ekologis. Batas ekologis akan menjadi luas bila kondisi rona awal kualitas komponen lingkungan tersebut telah rendah atau peruntukan menurut rencana tata ruangnya yang menuntut persyaratan yang ketat karena peruntukannya misalnya ditentukan sebagai kawasan hunian murni.
c. Batas sosial, batas sosial termasuk juga budaya dan ekonomi. Batas ini ditentukan berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan proyek yang sedang direncanakan terhadap aspek social, aspek budaya dan aspek ekonomi. Baik pada tahapan pra-konstruksi maupun pada konstruksi, maupun selanjutnya pada saat operasi atau tahap rehabilitasi.
d. Batas administrasi, batas administrasi ini dapat dilakukan berdasarkan pembagian wilayah administrasi yang berlaku untuk lokasi dimana rencana proyek yang akan dilakukan. Batas administrasi ini menjadi mudah apabila lokasi proyek berada pada batas dari 1 (satu) wilayah administrasi, tetapi sering terjadi (terutama pada proyek-proyek besar) lokasi proyek karena besar luasnya maka keberadaannya bias di atas 2 (dua) atau lebih dari wilayah administrasi, baik wilayah tingkat satu atau wilayah tingkat dua. Untuk menghadapi kemungkinan ini maka perlu persiapan peta standar dan meletakkan lokasi proyek di atas peta standar tersebut, dan dari situ dapat diketahui keberadaannya dari lokasi tersebut pada batas. Untuk mengetahui dengan pasti batas-batas wilayah administrasi dari lokasi proyek biasanya dapat diikuti peta ijin lokasi proyek yang dikeluatkan oleh Badan Pertanahan Nasional di daerah yang bersangkutan dan dari dinas tata kota setempat.
Dengan mengintegrasikan ke 4 (empat) batas wilayah tersebut di atas disertai dengan pertimbangan keterbatasan sumber daya, seperti waktu, dana, tenaga, tingkat penguasaan teknologi dan metoda pelaksanaan sehingga lazimnya penentuan wilayah studi berangkat dari batas proyek yang kemudian diperluas dengan batas ekologis, batas sosial dan batas administrasi yang dianggap relevan, kompromi perluasan batas-batas ini menjadi pokok pembahasan pada siding komisi amdal yang menangani dengan proponen pada saat pembahasan kerangka acuan amdal proyek yang bersangkutan.
Kadang-kadang memang pelingkupan wilayah studi menjumpai suatu kekhususan yang memerlukan pertimbangan sendiri. Antara lain untuk menentukan wilayah studi dari pembangunan jalan kereta api, proyek pembangkit tenaga listrik dengan jaringan distribusi melintasi beberapa provinsi bahkan lintas pulau dan proyek reklamasi dengan bahan pengurugan (fill material) yang dipasok dari penambangan lepas pantai dan dengan transportasi lewat laut dan lewat jalan pintas propinsi.
Pelingkupan batas wilayah studi sangat berpengaruh kepada ketepatan analisis dampak lingkungan dan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Pelingkupan yang membatasi wilayah studi yang lebih kecil dari pada seharusnya akan menyebabkan produk dokumen amdal kurang atau tidak menggambarkan interaksi antara komponen kegiatan dan komponen lingkungan yang diakibatkannya. Sebaliknya pelingkupan batas wilayah studi yang terlalu luas dari pada seharusnya dapat menyebabkan kaburnya batas-batas pengaruh dampak dan kurang nyatanya manfaat pengelolaan lingkungan dan pemantauannya. Disamping itu akan terjadi pemborosan biaya studi dan terlalu lamanya waktu yang diperlukan untuk penyelesaian pembuatan dokumen amdal yang dimaksud.
Yang dijadikan pegangan dalam pelingkupan kedalaman studi amdal adalah sasaran akhir dari kegunaan dokumen amdal, yaitu bukan untuk bahan yang digunakan sebagai rekayasa rancang bangun (engineering design). Tetapi merupakan dokumen yang berisi prinsip-prinsip dan persyaratan-persyaratan yang harus diterapkan dalam rencana penanganan dampak lingkungan. Sehingga dokumen ini dapat membantu kemudahan dari proses pengambilan keputusan oleh pejabat yang berwewenang.
Pelingkupan kedalaman studi dapat mempengaruhi kepada metoda yang dapat digunakan, mempengaruhi pula jumlah contoh yang harus diambil serta radiusnya (lokasi pengambilan sampel) dan pula mempengaruhi jenis tenaga ahli serta jumlahnya dan tentunya berpengaruh kepada waktu dan dana yang diperlukan untuk penyelesaian dokumen amdal.
Sumber Pustaka :
Budirahardjo, E., Metoda-metoda AMDAL, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri, Jakarta 1999.

No comments:

Post a Comment