Tidak banyak yang memilih untuk
melakukan perjalanan yang kental dengan unsur sejarah. Kebanyakan, mereka yang
traveling, hanya ingin mendapatkan pemandangan yang indah. Tunjukan saja satu
foto pantai dengan laut biru atau hamparan rumput hijau berulir, and everyone
start screaming like “I wanna go there! I wanna go there!”. Yes, i was one of
them. Hingga suatu hari saya mengenal Sawahlunto.
Sawahlunto adalah kota yang terletak
di Sumatera Barat.
Kota ini memiliki sejarah menarik
sebagai kota pertambangan batubara di zaman kolonial. Bisa dibilang, kota ini
sendiri secara keseluruhan adalah kota sejarah, bukan hanya beberapa lokasi
saja. Jadi, tahun 1858, pihak Belanda menemukan tanda-tanda bahwa ada endapan
batubara di tanah Sawahlunto. 10 tahun kemudian, pemuda Belanda bernama de
Greve menemukan batubara ini dan akhirnya menjadikan sawahlunto sebagai kota
tambang batubara tertutup.
Berikut adalah tempat-tempat
bersejarah yang membuat saya ingin kembali ke Sawahlunto…
1. Loebang Mbah Soero
Halaman samping Galeri Infobox
adalah tempat masuk terowongan Mbah Soero
Pergilah ke Galeri Infobox, pusat
informasi wisata Kota Sawahlunto. Di halaman samping tempat ini, ada sebuah gua
tambang batubara yang dapat dikunjungi oleh wisatawan, sekarang disebut dengan
Loebang Mbah Soero. Lorong batubara ini memang dikomando oleh seorang mandor
yang dipanggil Mbah Soero.
Pengunjung tinggal membeli tiket
masuk di Galeri Infobox. Disediakan boot dan helm yang bisa dipakai. Bukan,
helmnya bukan helm yang dipakai untuk naik sepeda motor. Tapi helm kuning yang
biasa dipakai pekerja di konstruksi. Jangan takut masuk ke sini, karena ada
pemandu.
Ada dua tipe pemandu yang
disediakan. Yang akan memandu Anda sambil bercerita dengan memasukkan unsur
mistik. Dan pemandu lainnya yang bercerita sambil memasukkan unsur teknis atau
istilah kecenya, science. Mungkin Anda bisa mengajukan permintaan yang
sesuai dengan selera Anda* (*terms and conditions apply).
Kebetulan, pemandu kami, adalah
pemandu tipe pertama, yang bergaya agak mistis sambil bercerita. Beliau bilang,
jangan takut untuk memotret. Tidak apa. Asalkan tidak berniat atau sengaja
ingin menangkap gambar dari dunia lain.
Saat memasuki terowongan tambang
batubara ini ada sebuah perasaan aneh. Bukan, bukan menyangkut hal mistis.
Perasaan aneh karena merasa keren kayak di Indiana Jones. Benar-benar asli
terowongan bawah tanah. Dengan pencahayaan kuning remang-remang. Tentu saja
sedari awal, niatan memotret di sini selain promosi pariwisata, adalah latihan
memotret dalam kondisi minim cahaya. Mulia sekali. Dengan niatan seperti itu,
jangan takut untuk mencoba memotret sebanyak-banyaknya.
Pemandu akan menceritakan sejarah
lubang tambang ini. Jangan ragu untuk bertanya ke pada pemandu jika Anda
penasaran tentang beberapa hal. Misalnya, kenapa ada salah satu cabang lorong
yang ditutup dengan jeruji besi. Dan Anda beruntung jika mendapatkan jawabannya
dari dua sudut pandang sekaligus, agak mistis dan agak teknis.
Tambang batubara ini beroperasi pada
tahun 1891 dan ditutup pada tahun 1932 karena rembesan air mulai masuk ke dalam
lorong sepanjang 1.5km ini. Selama beroperasi, pekerja tambang batubara ini
dikenal sebagai orang rantai. Karena selama bekerja di dalam terowongan ini
kaki mereka di rantai.
Tahun 2007, Pemerintah Kota
Sawahlunto membuka kembali terowongan ini. Dari pemandu dan Kepala Dinas
Pariwisata Kota Sawahlunto – yang berarti saya sangat beruntung bisa mendengar
penjelasan langsung dari Bapak Kepala Dinas – diceritakan bahwa sebelum kembali
dibuka, terowongan ini dipenuhi air. Membutuhkan puluhan hari untuk menyedot
air yang menggenangi terowongan ini sehingga bisa kembali dibuka dan aman
dikunjungi. Dan membutuhkan puluhan hari lagi untuk menggali tanah di dalam
terowongan agar nyaman dilewati.
terowongan yang membuat kita merasa
berada di film Indiana Jones. Atau Lara Lara Croft.
Bayangkan sebuah terowongan dipenuhi
oleh air. Dan harus menggali beberapa bagian tanah lagi sebagai rute wisata
Mbah Soero ini. Tentunya bukan pekerjaan mudah. Kendala utama saat itu adalah
tidak ada informasi atau dokumen apapun terkait peta atau jalur terowongan.
Siapa sangka, ternyata pembukaan kembali terowongan ini agar tetap aman
menggunakan kombinasi dari cara tradisional dan modern. Cara modern tentu saja
dengan ilmu para ahli di bidang pertambangan, teknologi, dan pengalaman dari
penambang batubara. Cara tradisionalnya? Kuda lumping. Mereka berhasil membuat
perkiraan peta terowongan dari informasi yang diberikan kuda lumping. Believe
it or not, they did it. Kita sebut saja, klasik.
2. Museum Goedang Ransoem
periuk-periuk raksasa
Mulanya, ini adalah dapur umum yang
digunakan untuk menyediakan konsumsi bagi para pekerja tambang di Kota
Sawahlunto. Dapur umum ini akhirnya menjadi Museum Goedang Ransoem. Banyak
kuali-kuali raksasa. Tungku apinya? wah, lebih besar dari rumah kontrakan.
Beberapa peralatan di sini didatangkan dari Jerman, jadi jangan heran jika ada
tulisan bahasa Jerman. Kompleks Museum Goedang Ransoem ini bukan hanya memajang
peralatan dapur umum yang digunakan saat itu. Tapi juga ada penayangan film
pendek tentang sejarah Kota Sawahlunto.
tungku api yang digunakan di dapur
umum
3. Silo
Ini bukan mercusuar. Apalagi tower
air.
Apa itu Silo? Silo adalah tempat penyimpanan
batubara. Ada tiga silo raksasa yang juga menjadi simbol Kota Sawahlunto. Di
area tempat Silo ini berdiri dengan gagahnya, adalah lahan rerumputan dan
beberapa pohon tepat di bawah Silo.
4. Kereta Mak Itam
Mak Itam tampak depan tetap terlihat
gagah meski sudah tidak beroperasi
Ada tambang batubara, ada
penyimpanan batubara, tentu saja selanjutnya adalah alat transportasi untuk
batubara. Pengangkutan batubara menggunakan kereta yang dinamakan Mak Itam. Mak
Itam ini asal Jerman. Begitu berjayanya Mak Itam dulu saat gencarnya aktivitas
penambangan batubara di kota ini, hingga akhirnya Mak Itam, sempat dijadikan
kereta wisata. Wisatawan dapat mencoba menaiki kereta ini kurang lebih selama
30 menit dengan pemandangan hamparan sawah dan Bukit Barisan. Sayangnya, pada
tahun 2012, Mak Itam sudah tidak beroperasi. Mak Itam tampaknya sudah
kelelahan, apalagi membutuhkan banyak batubara untuk menjalankannya.
Jadilah Mak Itam sekarang dimuseumkan di Museum Kereta Api di Kota Sawahlunto.
5. Puncak Polan
Ya, Anda juga bisa mendapatkan
lanskap di Sawahlunto. Kontur Kota Sawahlunto adalah perbukitan. Puncak Polan
adalah satu tempat di mana Anda bisa menikmati hamparan Kota Sawahlunto. Puncak
Polan namanya. Masih bisa dijangkau dengan kendaraan bermotor, dan ada homestay
di sana. Kenapa namanya Puncak Polan? Konon, ada seorang pastur terkenal di
Kota Sawahlunto yang berasal dari Polandia dan meninggal di puncak tersebut,
karenanya, muncul lah sebutan Puncak Polan.
No comments:
Post a Comment