1. Sengketa
Internasional antara Jepang Dan Korea
Penyebab :
Perebutan kepemilikan Pulau
Daioyu/Senkaku antara China-Jepang telah berlangsung sejak tahun 1969. Sengketa
ini diawali ketika ECAFE menyatakan bahwa diperairan sekitar Pulau
Daioyu/Senkaku terkandung hidrokarbon dalam jumlah besar. Kemudian pada tahun
1970, Jepang dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian pengembalian
Okinawa, termasuk pulau Daioyu/Senkaku kepada Jepang. Hal inilah yang kemudian
diprotes China, karena China merasa bahwa pulau tersebut adalah
miliknya.Sengketa ini semakin berkembang pada tahun 1978, ketika Jepang
membangun mercusuar di Pulau Daioyu untuk melegitimasi pulau tersebut.
Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu. Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun tahun 1990an Jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara resmi
Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu. Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun tahun 1990an Jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara resmi
Penyelesaian :
China memprotes tindakan Jepang atas Pulau tersebut.
Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang belum terjawab oleh Hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi equidistance line.
Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan pengelolaan bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat sulitnya dicapai kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional. Namun penyelesaian tersebut cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.
China memprotes tindakan Jepang atas Pulau tersebut.
Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang belum terjawab oleh Hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi equidistance line.
Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan pengelolaan bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat sulitnya dicapai kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional. Namun penyelesaian tersebut cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.
2.
Sengketa Internasional antar Irak dan Kuwait
Penyebab :
Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.
Penyelesaian:
Dewan Keamanan PBB mengambil hak veto. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan. Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.
3. Sengketa
Internasional antara Indonesia dan Timor Leste
Penyebab :
Klaim wilayah Indonesia, ternyata bukan hanya dilakukan oleh Malaysia, tetapi
juga oleh Timor Leste, negara yang baru berdiri sejak lepas dari Negara
KesatuanRepublik Indonesia pada tahun 1999. Klaim wilayah Indonesia ini
dilakukan oleh sebagian warga Timor Leste tepatnya di perbatasan wilayah Timor
Leste dengan wilayah Indonesia, yaitu perbatasan antara Kabupaten Timor Tengah
Utara (RI) dengan Timor Leste.
Penyelesaian :
Permasalahan perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam rencana untuk dikoordinasikan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Timor Leste dan kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan penyelesaian.Masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Lima titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).Berlarutnya penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum disepakati warga dari kedua negara yakni:
Penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah.
Semula, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubahSelain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara.
Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara.warga kedua negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas Negara.
Penyelesaian :
Permasalahan perbatasan antara RI dan Timor Leste itu kini sedang dalam rencana untuk dikoordinasikan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Timor Leste dan kemungkinan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan penyelesaian.Masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste, khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Lima titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).Berlarutnya penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum disepakati warga dari kedua negara yakni:
Penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah.
Semula, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubahSelain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara.
Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara.warga kedua negara yang bermukim di perbatasan harus rela membagi tanah ulayat mereka, karena menyangkut persoalan batas Negara.
4. Sengketa
Internasional antara Thailand dan Kamboja
Penyebab : Sengketa Sengketa Kuil
Preah Vihear sejak 1962 telah memicu konflik berdarah antara Thailand dan Kamboja. Konflik
akibat sengketa kuil tersebut kembali pecah pada 22 April lalu. Pemerintah Kamboja
dan Thailand mengklaim bahwa kuil tersebut milik kedua negara. Pada tahun 1962,
Mahkamah Internasional di Den Haag memutuskan bahwa candi dari abad ke-11 itu
milik Kamboja. Namun gerbang utama candi tersebut berada di wilayah Thailand.
Hingga kini, masih tetap terjadi baku tembak di perbatasan dekat candi antara
kedua belah pihak, sampa saat ini 18 Prajurit kedua belah pihak dinyatakan
tewas dan memicu lebih dari 50 ribu warga dievakuasi ke pusat-pusat
pengungsian.
Thailand dan Kamboja juga saling tuding mengenai siapa yang pertama kali menarik pelatuk senjata. Menurut Pemerintah Thailand, insiden dimulai ketika pasukan Kamboja menembaki pihak Thailand. Sedangkan menurut Pemerintah Kamboja, Militer Thailand melanggar garis perbatasan dan menyerang pos militer kami di sepanjang perbatasan dari Ta Krabey hingga wilayah Chub Koki yang berada jauh di tengah wilayah Kamboja. Tujuannya untuk mengambil alih kedua candi yang diklaim milik Kamboja.
Penyelesaian :
Pemerintah Kamboja memilih jalan meminta bantuan pengadilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Negara itu meminta pengadilan internasional memerintahkan Thailand menarik tentaranya dan menghentikan aktivitas militer mereka di sekitar kuil yang menjadi lokasi sengketa. Thailand dan Kamboja selanjutnya meminta kesediaan Indonesia berperan sebagai penengah konflik yang terjadi di antara keduanya. Permintaan ini disambut baik Pemerintah Indonesia dan diwujudkan dengan cara membentuk tim peninjau. Komposisi tim peninjau terdiri dari unsur sipil dan militer, yakni dari staf Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan staf dari Kementerian Pertahanan serta perwira militer TNI.
Indonesia sebagai ketua ASEAN sejak awal terjadinya bentrokan telah turut andil dalam upaya mendamaikan kedua negara. Peran serta Indonesia didukung penuh oleh Kamboja yang menyetujui rencana pengiriman tim peninjau dari Indonesia untuk mengawasi gencatan senjata. Namun pada akhirnya pihak Thailand menentang yang mengatakan bahwa permasalahan perbatasan seharusnya adalah masalah bilateral dan tidak melibatkan pihak ketiga.
Konflik Kamboja-Thailand ini juga menjadi pembahasan dalam pertemuan KTT ASEAN ke-18 di Jakarta. Pada tanggal 7-8 di Istana Bogor. Perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan apapun. Hal ini dikarenakan Thailand menolak tiga permintaan Kamboja terkait usaha demokrasi perbatasan.
Salah satu tuntutan Kamboja untuk Thailand adalah diadakannya kembali pertemuan pembahasan perbatasan atau pertemuan Joint Border Commission (JBC) di Indonesia. Indonesia dipilih sebagai tempat pertemuan JBC karena Indonesia sebagai ketua ASEAN telah diberi mandat oleh Dewan Keamanan PBB untuk menengahi perselisihan kedua Negara. Pihak Thailand menolak hal ini. Mereka menginginkan JBC hanya dilakukan oleh kedua negara (Kamboja dan Thailand), tanpa peran Indonesia.
Tuntutan lain yang ditolak Thailand adalah dikirimkannya tim teknis dari Kamboja ke 23 titik perbatasan yang dipersengketakan kedua negara, dan dilakukannya foto pemetaan wilayah untuk mengidentifikasi pilar perbatasan. Thailand menolak memenuhi tuntutan tersebut ialah karena mereka harus terlebih dahulu mengajukan hal itu kepada parlemen Thailand untuk diratifikasi. Thailand berprinsip, tuntutan baru dapat dipenuhi apabila ratifikasi telah dilakukan. Di sisi lain, Kamboja menilai permintaan izin kepada parlemen Thailand adalah prosedur yang terlalu lama dan bertele-tele. Menurut Kamboja, itulah sebabnya hingga kini perundingan perbatasan antarkedua negara tidak pernah rampung. Kamboja pun menuduh Thailand tidak serius menerapkan diplomasi damai dalam berunding.
Thailand dan Kamboja juga saling tuding mengenai siapa yang pertama kali menarik pelatuk senjata. Menurut Pemerintah Thailand, insiden dimulai ketika pasukan Kamboja menembaki pihak Thailand. Sedangkan menurut Pemerintah Kamboja, Militer Thailand melanggar garis perbatasan dan menyerang pos militer kami di sepanjang perbatasan dari Ta Krabey hingga wilayah Chub Koki yang berada jauh di tengah wilayah Kamboja. Tujuannya untuk mengambil alih kedua candi yang diklaim milik Kamboja.
Penyelesaian :
Pemerintah Kamboja memilih jalan meminta bantuan pengadilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Negara itu meminta pengadilan internasional memerintahkan Thailand menarik tentaranya dan menghentikan aktivitas militer mereka di sekitar kuil yang menjadi lokasi sengketa. Thailand dan Kamboja selanjutnya meminta kesediaan Indonesia berperan sebagai penengah konflik yang terjadi di antara keduanya. Permintaan ini disambut baik Pemerintah Indonesia dan diwujudkan dengan cara membentuk tim peninjau. Komposisi tim peninjau terdiri dari unsur sipil dan militer, yakni dari staf Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan staf dari Kementerian Pertahanan serta perwira militer TNI.
Indonesia sebagai ketua ASEAN sejak awal terjadinya bentrokan telah turut andil dalam upaya mendamaikan kedua negara. Peran serta Indonesia didukung penuh oleh Kamboja yang menyetujui rencana pengiriman tim peninjau dari Indonesia untuk mengawasi gencatan senjata. Namun pada akhirnya pihak Thailand menentang yang mengatakan bahwa permasalahan perbatasan seharusnya adalah masalah bilateral dan tidak melibatkan pihak ketiga.
Konflik Kamboja-Thailand ini juga menjadi pembahasan dalam pertemuan KTT ASEAN ke-18 di Jakarta. Pada tanggal 7-8 di Istana Bogor. Perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan apapun. Hal ini dikarenakan Thailand menolak tiga permintaan Kamboja terkait usaha demokrasi perbatasan.
Salah satu tuntutan Kamboja untuk Thailand adalah diadakannya kembali pertemuan pembahasan perbatasan atau pertemuan Joint Border Commission (JBC) di Indonesia. Indonesia dipilih sebagai tempat pertemuan JBC karena Indonesia sebagai ketua ASEAN telah diberi mandat oleh Dewan Keamanan PBB untuk menengahi perselisihan kedua Negara. Pihak Thailand menolak hal ini. Mereka menginginkan JBC hanya dilakukan oleh kedua negara (Kamboja dan Thailand), tanpa peran Indonesia.
Tuntutan lain yang ditolak Thailand adalah dikirimkannya tim teknis dari Kamboja ke 23 titik perbatasan yang dipersengketakan kedua negara, dan dilakukannya foto pemetaan wilayah untuk mengidentifikasi pilar perbatasan. Thailand menolak memenuhi tuntutan tersebut ialah karena mereka harus terlebih dahulu mengajukan hal itu kepada parlemen Thailand untuk diratifikasi. Thailand berprinsip, tuntutan baru dapat dipenuhi apabila ratifikasi telah dilakukan. Di sisi lain, Kamboja menilai permintaan izin kepada parlemen Thailand adalah prosedur yang terlalu lama dan bertele-tele. Menurut Kamboja, itulah sebabnya hingga kini perundingan perbatasan antarkedua negara tidak pernah rampung. Kamboja pun menuduh Thailand tidak serius menerapkan diplomasi damai dalam berunding.
5. Sengketa
Internasional antara Israel dan Palestina
Penyebab :
Dimulai setelah perang dunia kedua. ketika masyarakat israel (yahudi) berpikir
untuk memiliki negara sendiri. (menurut sejarah mereka keluar dari tanah israel
setelah perang salib karena dituduh pro-kristen oleh tentara islam, yang
kemudian ditinggali oleh orang-orang filistin atau palestine).Pikiran berbentuk
zionisme yang didorong oleh genosida oleh NAZI pada perang dunia kedua. pilihan
letak negara itu tentu saja adalah tanah leluhur mereka yang pada saat itu
merupakan tanah jajahan inggris. karena secara leluhur mereka memilikinya tapi
juga secara religius beberapa tempat keagamaan Yahudi ada disana.Meskipun tidak
secara terbuka, negara-negara barat setuju dan mendukung(alasannya karena
sebelum orang palestina tinggal disana, tanah itu adalah milik israel).
sebaliknya negara-negara arab berargumen bahwa adalah karena jerman yang
melakukan genosida maka tanah jermanlah yang harus disisihkan untuk dijadikan
negara yahudi. Dibalik
semua intrik politik dan keuntungan dan kerugian politik, strategis , dll.
inggris secara sukarela mundur dari negara dan memberikan siapa saja untuk
mengklaimnya. berhubung israel lebih siap maka mereka lebih dahulu
memproklamasikan negara.
Sebaliknya orang-orang palestina yang telah tinggal dan besar disana tidak mau terima mejadi bagian negara Yahudi (dalam literatur doktrin Islam pemimpin negara harus seorang Muslim), sehingga bangsa Israel kemudian melihat orang palestina sebagai ancaman dalam negeri, begitu juga dengan bangsa palestina yang menganggap Israel sebagai penjajah baru. Hasilnya perang dan konflik yang telah berbelit-belit. yang sebenarnya adalah urusan antara dua negara/bangsa menjadi konflik antara agama (Yahudi vs. Islam) belum lagi stabilitas kawasan timur tengah dan ikut campur Amerika dengan kebijakan MINYAK mereka.
Sebaliknya orang-orang palestina yang telah tinggal dan besar disana tidak mau terima mejadi bagian negara Yahudi (dalam literatur doktrin Islam pemimpin negara harus seorang Muslim), sehingga bangsa Israel kemudian melihat orang palestina sebagai ancaman dalam negeri, begitu juga dengan bangsa palestina yang menganggap Israel sebagai penjajah baru. Hasilnya perang dan konflik yang telah berbelit-belit. yang sebenarnya adalah urusan antara dua negara/bangsa menjadi konflik antara agama (Yahudi vs. Islam) belum lagi stabilitas kawasan timur tengah dan ikut campur Amerika dengan kebijakan MINYAK mereka.
Sampai saat ini
belum ada penyelesaiannya.
6. Sengketa
Internasional antara Georgia , Republik Abkhazia dan Republik
Ossetia Selatan
Abkhazia dan Ossetia Selatan adalah dua negara erpublik pecahan Georgia di
Kaukasus. Keduanya telah berupaya melepaskan diri dari Georgia sejak tahun
1920-an. Setelah Revolusi Rusia tahun 1917, Abkhazia dan Ossetia Selatan
ditetapkan sebagai dua republik otonom yang merupakan bagian dari Georgia dan
termasuk di dalam wilayah Uni Soviet. Namun setelah perang tahun 1920-an,
Abkhazia dan Ossetia Selatan mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1923 dan 1922.
Masalah kedaulatan keduanya semakin kompleks di masa keruntuhan Uni Soviet dan
Georgia mendeklarasikan independensinya yang akhirnya berujung pada perang di
tahun 1992 dan 2008. Rusia pada akhirnya mengakui kedua republik tersebut
sebagai negara yang terpisah dan berdiri sendiri. Namun PBB, Uni Eropa dan NATO
menolak mengakui kedaulatan Abkhazia dan Ossetia Selatan.
7. Sengketa
Internasional antara Republik Serbia dan Republik Kosovo
Keruntuhan negara sosialis di tahun 1990-an juga berpengaruh pada Yugoslavia.
Pada masa keruntuhan Yugoslavia, terbentuk lima negara baru;
Bosnia-Herzegovina, Kroasia, Makedonia, Slovenia, dan Republik Federasi
Yugoslavia yang menaungi daerah otonomi Kosovo. Pada tahun 1998-1999 pecah
perang ketika "Kosovo Liberation Army" menuntut kemerdekaan dari RF
Yugoslavia. Setelah perang berakhir, RF Yugoslavia melepas semua klaimnya atas
Kosovo dan menerimanya sebagai wilayah yang diawasi PBB. Pada tahun 2006, RF
Yugoslavia pecah menjadi Serbia dan Montenegro, sementara Kosovo mendeklarasikan
kemerdekaannya dari Serbia pada 17 Februari 2008 dengan memilih Pristina
sebagai ibukota. Kosovo diakui secara resmi sebagai sebuah negara oleh 80
negara anggota PBB plus Taiwan. Meski telah menjadi anggota IMF dan Bank Dunia,
status Kosovo sampai saat ini masih belum diakui sebagai negara berdaulat
secara sepenuhnya.
8. Sengketa
Internasional antara Maroko dan Republik Demokratik Arab Sahrawi
Sahara Barat berada di wilayah Afrika yang dikelilingi Maroko, Algeria, dan
Mauritania. Wilayahnya sebagian besar terdiri atas padang pasir sehingga
populasinya pun hanya sekitar 500 ribu penduduk yang sebagian besar tinggal di
kota. Pada awalnya, Sahara Barat berada di bawah kekuasaan Imperium Spanyol.
Namun setelah Kesepakatan Madrid pada tahun 1975, ketika Spanyol sepakat untuk
mengakhiri keberadaannya di wilayah itu, Sahara Barat diklaim oleh Maroko dan
Republik Demokratik Arab Sahrawi (RDAS). Sebanyak 20-25% wilayah Sahara Barat
berada di bawah kekuasaan RDAS sementara Maroko mengontrol selebihnya.
Kekuasaan RDAS diakui oleh 58 provinsi sedangkan 22 provinsi lain menarik
dukungan meerka dan 12 lainnya baru akan menentukan sikap setelah referendum
PBB. Namun hingga saat ini, PBB tidak mengakui Sahara Barat sebagai negara
berdaulat di bawah pemerintahan RDAS.
9. Sengketa
Internasional antara Spanyol dan Inggris
Wilayah Gibraltar telah jadi sengketa sejak bertahun-tahun lalu. Posisinya yang
strategis di Selat Gibraltar memungkinkan akses ke Laut Tengah dan Suez, yang
merupakan jalur penting pelayaran dan perdagangan internasional. Saat ini,
kendali militer selat itu dipegang oleh Inggris dan Maroko meskipun Spanyol
memiliki pangkalan militer yang cukup besar di area yang sama. Awalnya,
Gibraltar dikuasai oleh kekuatan Anglo-Belanda pada tahun 1704. Kemudian pada
tahun 1713 Spanyol menyerahkannya pada Inggris melalui Perjanjian Utrecht.
Sejak itu, Spanyol tiga kali berusaha mengambil alih kembali Gibraltar namun
tidak berhasil. Referendum yang diadakan pada 1967 dan 2002 yang bertujuan
untuk mengembalikan wilayah itu ke Spanyol, justru menghasilkan sebaliknya, 99%
penduduk memilih untuk tetap berada di bawah kekuasaan Inggris. Memang tidak
ada ketegangan berarti antara Spanyol dan Inggris terkait klaim wilayah ini,
namun Spanyol tetap tidak mau melepaskan kekuasaan politiknya atas Gibraltar.
10. Sengketa
Internasional antara Argentina dan Inggris Raya
Kepulauan ini terkait erat dengan Kepualaun Falkland yang juga menjadi sumber
keretakan hubungan Argentina dan Inggris. Sejak James Cook mendarat di Georgia
Selatan pada tahun 1775 dan Kepulauan Sandwich pada tahun 1908, Inggris
menganeksasi keduanya pada 1908. Sedangkan Argentina mengklaim kekuasaannya
berdasarkan keberadaan perusahaan penangkapan paus yang mulai beroperasi tahun
1908 di Georgia Selatan, namun telah menandatangani perjanjian sewa kepada
pemerintah Kepulauan Falkland sejak tahun 1906. Pada tahun 1985, Georgia
Selatan dan Kepualauan Sandwich Selatan resmi menjadi wilayah luar negeri
Inggris. Namun Argentina tetap melanjutkan klaim kedaulatannya atas kedua
wilayah kepualauan itu. Perkembangan terbaru pada tahun 2010, Presiden
Venezuela, Hugo Chavez, menelpon Ratu Elizabeth II untuk menyerahkan Georgia
Selatan dan Kepulauan Falkland kepada Argentina.
11.
Sengketa Internasional antara Pemerintah Adminsitrasi Tibet dan Republik
Rakyat China
Sejarah kedaulatan Tibet terentang panjang sejak abad 13. Secara hukum,
pemerintah Republik Rakyat China (RRC) melihat Tibet sebagai bagian tak
terpisahkan sejak Dinasti Yuan. Fakta ini didukung peta kuno dan negara-negara
lain sehingga menjadikan Tibet sebagai wilayah otonom China. Amerika Serikat,
Inggris, Uni Eropa dan Perancis serta banyak negara lain mengakui Tibet sebagai
bagian dari China. Akar konflik yang terus berlanjut hingga saat ini terjadi
saat Invasi China ke Tibet pada tahun 1950, ketika pemerintahan baru komunis
memulai "Pembebasan Seluruh Wilayah China" sehingga menimbulkan
pecahnya perang. Setalah perang berakhir, Pemerintah Administrasi Tibet (PAT),
yang diwakili Dalai Lama, menyerahkan Tibet kepada China dengan 17 poin
kesepakatan. Namun, delegasi Tibet dipaksa menandatangani kesepakatan tersebut.
Hingga saat ini PAT berada di pengasingan di India dan tidak ada tanda-tanda
Tibet akan memperoleh kemerdekaannya.
12. Sengketa
Internasional antara Republik Siprus dan Republik Turki Siprus Utara
Siprus merupakan kelanjutan konflik Yunani dan Turki di era modern. Konflik
kedua negara sendiri telah berlangsung selama berabad-abad.
"Kepemilikan" Siprus selalu berpindah tangan antara Turki dan Inggris
sepanjang sejarah sejak pertama kali dikuasai Kekaisaran Turki Ottoman.
Diantara penguasaan kedua negara tersebut, muncul pula beberapa kali
pemberontakan yang mendukung kedaulatan penuh dari salah satu negara. Salah satunya
dilakukan kelompok perlawanan Siprus Turki EOKA yang menginginkan penyatuan
Siprus dengan Turki. Dari sekian lama pergolakan yang masih terjadi hingga
sekarang, Turki menguasai 37% bagian utara pulau tersebut dan mengklaim secara
de facto berdirinya Republik Turki Siprus Utara. Meski begitu, pertempuran
antara Yunani dan Siprus Turki masih jadi pemandangan harian hingga saat ini.
Inggris, Yunani, dan Turki pun harus meminta NATO untuk turut menjaga
perdamaian. Sementara di sisi lain, hanya Turki yang mengakui Republik Turki
Siprus Utara sebagai sebuah negara dan sampai sekarang tidak ada tanda-tanda
pulau tersebut akan bersatu dalam sebuah negara utuh.
13. Sengketa
Internasional antara Republik Rakyat China dan Republik China (Taiwan)
Republik China (Taiwan) memperoleh dukungan internasional atas keputusannya
memisahkan diri dari Republik Rakyat China (RRC). Beberapa negara bahkan
menyarankan untuk menanggalkan nama China dan menggantinya menjadi Republik
Taiwan untuk melepaskan hubungan dari negara komunis itu. Sebelum Perang Dunia
(PD) 2, Taiwan dimiliki oleh Jepang sedangkan nama Republik China mengacu pada
negeri China daratan. Setelah PD 2, Jepang menyerahkan Taiwan kepada Republik
China. Namun karena perang saudara yang terjadi antara RRC dan Republik China,
kepemilikan Taiwan pun jadi tidak jelas sehingga pada akhirnya mendeklarasikan
diri sebagai sebuah negara berdaulat yang terlepas dari RRC yang menguasai
China daratan. RRC menolak mengakui Taiwan sebagai sebuah negara dan tidak
menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara yang mengakui Taiwan. Sampai
sekarang, Taiwan belum memperoleh pengakuan penuh sebagai sebuah negara. Hanya
23 negara yang menjalin hubungan diplomatik resmi dengan negara pulau itu
sementara negara lainnya, meskipun mengakui Taiwan sebagai sebuah negara,
memilih untuk menjalin hubungan diplomatik tidak resmi.
No comments:
Post a Comment